Komunikasi Sebagai Proses Interaksi Simbolik
KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI SIMBOLIK
Jejen purwanto, S. Sos
1312010166
Dr. Neni Efrita, M.Si
Dr. Alqanitah Pohan, M. Si
JURUSAN KOMUNIKASI
PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN
ILMU KOMUNIKASI
IAIN IMAM BONJOL
PADANG
1436H/2015
PENDAHULUAN
Sebagai pengantar tentang Teori Interaksi Simbolik,
maka harus didefinisikan terlebih dahulu arti dari kata “interaksi” dan
“simbolik”. Menurut kamus komunikasi (Effendy. 1989: 184) definisi interaksi
adalah proses saling mempengaruhi dalam bentuk perilaku atau kegiatan di antara
anggota-anggota masyarakat, dan definisi simbolik (Effendy. 1989: 352) adalah
bersifat melambangkan sesuatu. Simbolik berasal dari bahasa Latin
“Symbolic(us)” dan bahasa Yunani “symbolicos”.
Dan seperti yang dikatakan oleh Susanne K. Langer dalam Buku Ilmu Komunikasi:
Suatu Pengantar (Mulyana. 2008: 92), dimana salah satu kebutuhan pokok manusia
adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang, dimana manusia adalah
satu-satunya hewan yang menggunakan lambang. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Kam. 2001: 438), definisi interaksi adalah hal yang saling melakukan
aksi, berhubungan, mempengaruhi; antarhubungan. Dan definisi simbolis (Kam.
2001: 1066) adalah sebagai lambang; menjadi lambang; mengenai lambang.
Interaksi simbolik menurut Effendy (1989: 352) adalah suatu faham yang
menyatakan bahwa hakekat terjadinya interaksi sosial antara individu dan antar
individu dengan kelompok, kemudian antara kelompok dengan kelompok dalam
masyarakat, ialah karena komunikasi, suatu kesatuan pemikiran di mana
sebelumnya pada diri masing-masing yang terlibat berlangsung internalisasi atau
pembatinan.
Penulis mendefinisikan interaksi simbolik adalah
segala hal yang saling berhubungan dengan pembentukan makna dari suatu benda
atau lambang atau simbol, baik benda mati, maupun benda hidup, melalui proses
komunikasi baik sebagai pesan verbal maupun perilaku non verbal, dan tujuan
akhirnya adalah memaknai lambang atau simbol (objek) tersebut berdasarkan
kesepakatan bersama yang berlaku di wilayah atau kelompok komunitas masyarakat
tertentu.
PEMBAHASAN
A PENGERTIAN SIMBOLIK
Pada Hakikatnya, komunikasi merupakan
kegiatan primer yang tidak akan lepas dari seluruh jenis makhluk hidup seperti
Manusia, hewan, bahkan tumbuhan. Namun yang akan dibahas pada tulisan ini
adalah komunikasi lingkup manusia. Menurut praktis saya, komunikasi memilki
pengertian yakni proses penyampaian maksud atau pesan dari sang komunikator
kepada komunikan baik dalam bentuk satu arah atau dua arah,dengan menggunakan
media (alat bantu) maupun tidak, dengan tujuan terwujudnya mutual
understanding, perubahan pemikiran dan perilaku. Komunikasi memiliki dua
jenis dalam bentuk penyampaiannya, yakni verbal dan non verbal. Verbal itu
mencakup lisan dan tulisan, sedangkan non verbal mencakup mimik wajah dan
bahasa tubuh.
Membahas tentang komunikasi , hal
ini juga memiliki turunan teori dalam cara menyampaikan maksud dan tujuan dari
komunikator kepada komunikan yakni interaksi simbolik. Esensi dari interaksi
simbolik yakni adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia yakni
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna (Mulyana, 2003: 59). Paham
interaksionisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif
dan kreatif ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. Paham
interaksionisme simbolik menganggap bahwa segala sesuatu tersebut adalah
virtual. Semua interaksi antar individu manusia melibatkan suatu pertukaran
simbol. Ketika kita berinteraksi dengan yang lainnya, kita secara konstan
mencari “petunjuk” mengenai tipe perilaku apakah yang cocok dalam konteks itu
dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang
lain. Interaksionisme simbolik, mengarahkan perhatian kita pada interaksi antar
individu, dan bagaiman hal ini dipergunakan untuk mengerti apa yang orang lain
katakan dan lakukan kepada kita sebagai individu (Soeprapto, 2002: 71).
George
Herbert Mead adalah salah seorang Pelopor Konstruksi Sosial didunia komunikasi.
Dia pulalah yang pertama kali memperkenalkan konsep –Interaksi-Simbolik, dimana
pola pikir, konsep diri, dan komunitas sosial yang kita miliki dibentuk melalui
komunikasi. Interaksi simbolik itu sendiri memiliki makna sebagai sebuah proses
berkelanjutan baik berupa bahasa maupun tingkah laku(nonverbal) sebagai
antisipasi dari reaksi yang diberikan oleh orang lain. Salah seorang murid Herbert, Herbert Blummer
mengembangkan teori sebelumnya dan menambahkan 3 prinsip dasar dari interaksi
simbolik yang berhubungan dengan pesan, bahasa, dan pola pikir dan mengarah
pada pembentukan konsep “diri” yang dimiliki individu serta pola sosialisasi
(pengenalan nilai dan norma) dalam masyarakat.[1]
Charron (1979) menyebutkan pentingnya
pemahaman terhadap simbol-simbol ketika seseorang menggunakan teori
interaksionisme simbolis. Simbol adalah objek sosial dalam suatu interaksi. Ia
digunakan sebagai perwakilan dan komunikasi yang ditentukan oleh orang-orang
yang menggunakannya. Orang-orang tersebut memberi arti, menciptakan dan
mengubah objek tersebut di dalam interaksi. Simbol sosial tersebut dapat
mewujud dalam bentuk objek fisik ( benda-benda kasat mata); kata-kata (untuk
mewakili objek fisik, perasaan, ide-ide, dan nilai-nilai), serta tindakan (
yang dilakukan orang untuk memberi arti dalam berkomunikasi dengan orang lain
(Soeprapto, 2002: 126).
Di setiap lingkungan memiliki kontrak
khusus yang terbentuk karena budaya masyarakat yang ada mengenai pemahaman
interaksi pada suatu simbol. Yang mana pemahaman simbol itu terbentuk karena
adanya interaksi sosial dan budaya dari suatu tempat tertentu. Dari mulai
rumah, lingkungan sekitar rumah, sekolah, kampus, pada sebuah kota, negara
bahkan perspektif interaksi simbolik yang dikomuniskan pemahamannya diseluruh
negara.
Contoh interaksi simbolik yang ada misalnya;
Pada komunitas gay di internet maupun
di jejaring sosial lainnya, memahami huruf T / B / V sebagai tanda untuk
menginformasikan atau menanyakan role sex pada calon pasangan ataupun teman
sesama gay. Yakni T diartikan sebagai Top (orang yang menusukkan penis ke
rectum pasangan gay nya), B atau Bottom adalah kebalikannya dari Top, lalu V
berarti Versatile yang memiliki maksud orang yang serba bisa dalam hubungan seks
sejenis. Contoh lainnya adalah posisi pemakaian anting di telinga kanan pada
pria, menandakan bahwa dia adalah gay. Dua gambar gender wanita yang
berdampingan seperti di atas dipahami sebagai simbol lesbian oleh kaum lesbian.
B.
SEJARAH
TEORI INTERAKSI SIMBOLIK
Sejarah Teori
Interaksionisme Simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran George Herbert
Mead (1863-1931). Mead membuat pemikiran orisinal yaitu “The Theoretical
Perspective” yang merupakan cikal bakal “Teori Interaksi Simbolik”. Dikarenakan
Mead tinggal di Chicago selama lebih kurang 37 tahun, maka perspektifnya
seringkali disebut sebagai Mahzab Chicago.
Dalam
terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non verbal dan pesan verbal
yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat
dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang
sangat penting.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh
simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut.
Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan,
pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan
oleh orang lain.
Sesuai dengan pemikiran-pemikiran
Mead, definisi singkat dari tiga ide dasar dari interaksi simbolik adalah :
a. Mind (pikiran) - kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna
sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka
melalui interaksi dengan individu lain.
b. Self
(diri pribadi) - kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari
penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme
simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan
tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya.
c. Society
(masyarakat) - hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan
oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat
dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya
mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
Tiga tema konsep pemikiran George
Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:
1.
Pentingnya makna bagi perilaku
manusia,
Tema ini berfokus pada pentingnya
membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik
tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak
ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh
individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat
disepakati secara bersama dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut :
Manusia, bertindak, terhadap, manusia, lainnya berdasarkan makna yang diberikan
orang lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna
dimodifikasi melalui proses interpretif .
2.
Pentingnya konsep mengenai diri
(self concept)
Tema ini berfokus pada pengembangan
konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi
sosial dengan orang lainnya dengan cara antara lain : Individu-individu
mengembangkan konsep diri melalui nteraksi dengan orang lain, Konsep diri
membentuk motif yang penting untuk perilaku Mead seringkali menyatakan hal ini
sebagai : ”The particular kind of role thinking – imagining how we look to
another person” or ”ability to see ourselves in the reflection of another
glass”.
3.
Hubungan antara individu dengan
masyarakat.
Tema ini berfokus pada dengan
hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana norma-norma sosial
membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang
menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini
adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses
sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah : Orang dan
kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial, Struktur sosial
dihasilkan melalui interaksi sosial
Generasi setelah Mead merupakan
awal perkembangan interaksi simbolik, dimana pada saat itu dasar pemikiran Mead
terpecah menjadi dua Mahzab, dimana kedua mahzab tersebut berbeda dalam hal
metodologi, yaitu :
1. Mahzab Chicago yang dipelopori oleh
Herbert Blumer : Blummer memberikan pengembangan dalam pikiran-pikiran mead
menjadi tujuh buah asumsi yang mempelopori pergerakan mazhab Chicago baru.
Tujuh asumsi
tersebut adalah :
Manusia
bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada
mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna dimodifikasi
melalui sebuah proses interpretif, Individu-individu mengembangkan konsep diri
melalui interaksi dengan orang lain, Konsep diri memberikan sebuah motif
penting untuk berperilaku, Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses
budaya dan sosial, Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
2.
Mahzab Iowa yang dipelopori oleh
Manfred Kuhn dan Kimball Young
Mahzab Iowa dipelopori oleh Manford kuhn dan mahasiswanya, dengan melakukan
pendekatan kuantitatif, dimana kalangan ini banyak menganut tradisi
epistemologi dan metodologi post- positivis yang mengambil dua langkah cara
pandang baru yang tidak terdapat pada teori sebelumnya, yaitu memperjelas konsep
diri menjadi bentuk yang lebih kongkrit.
Tokoh teori
interaksi simbolik antara lain : George Herbert Mend, Herbert Blumer,
Wiliam James, Charles Horton Cooley. Teori interaksi simbolik menyatakan
bahwa interaksi sosial adalah interaksi symbol. Manusia berinteraksi dengan
yang lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain memberi makna atas simbol
tersebut. Asumsi-asumsi: a. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi
melalui tindakan bersama dan membentuk organisasi. b. Interaksi simbolik mencangkup
pernafsiran tindakan. Interaksi non simbolik hanyalah mencangkup stimulus
respon yang sederhana.[2]
C.
KOMUNIKASI
ADALAH PROSES SIMBOLIK
Salah satu
kebutuhan pokok manusia,seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan
simbolisasi atau penggunan lambing.[3]
Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambing, dan itulah yang
membedakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan
mereka sebagai animal symbolicum.
Lambing atau
simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukan sesuatu lainnya,
berdasarkan kesepakatan sekolompok orang. Lambing meliputi kata-kata (pesan
verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama,
misalnya memasang bendera di halaman bendera di halaman rumah untuk menyatakan
penghormatan atau kecintaan kepada Negara. Kemampuan manusia menggunakan
lambing verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara
manusia dan objek (baik nyata ataupun abstrak) tanpa kehadiran manusia dan
objek tersebut.
Indeks
adalah yang secara alamiah mempersentasikan objek lainnya. Istilah lain yang
sering digunakan untuk indeks adalah sinyal, yang dalam bahasa sehari-hari
disebut juga gejala. Indeks muncul berdasarkan hubungan antara sebab dan akibat
yang punya kedektan eksistensi. Misalnya awan gelap adalah indeks hujan yang
akan turun, sedangkan asap merupakan indeks api. Namun bila asap itu disepakati
sebagai tanda bagi masyarakat untuk berkumpul misalnya, sperti dalam kasus suku
primitive, maka asap menjadi lambing karena maknanya telah disepakati bersama.
Di dunia modern,asap hitam yang keluar dari cerbong Basilika Santo Perturus di
Vatikan menandakan bahwa paus baru
belum terpilih (setelah meninggalnya paus lama), sedangkan asap putih menandakan
bahwa paus baru telah terpilih.
PENUTUP
Kesimpulan
penulis terhadap teori interaksi simbolik, dimana manusia atau individu hidup
dalam suatu lingkungan yang dipenuhi oleh simbol-simbol. Tiap individu yang
hidup akan memberikan tanggapan terhadap simbol-simbol yang ada, seperti
penilaian individu menanggapi suatu rangsangan (stimulus) dari suatu yang
bersifat fisik. Pemahaman individu terhadap simbol-simbol merupakan suatu hasil
pembelajaran dalam berinteraksi di tengah masyarakat, dengan cara
mengkomunikasikan simbol-simbol yang ada disekitar mereka, baik secara verbal
maupun perilaku non verbal. Pada akhirnya, proses kemampuan berkomunikasi,
belajar, serta memahami suatu makna di balik simbol-simbol yang ada, menjadi
keistimewaan tersendiri bagi manusia dibandingkan mahluk hidup lainnya
(binatang). Kemampuan manusia inilah yang menjadi pokok perhatian dari analisis
sosiologi dari teori interaksi simbolik.

Tidak ada komentar
Posting Komentar